Kamis, 03 Desember 2009

luka bakar

LUKA BAKAR

Dilihat dari kedalaman luka, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:

• Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah, nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak.
Jika ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum terbentuk lepuhan.
• Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam.
Kulit melepuh, dasarnya tampak merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
• Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.
Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar.
Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut/bulu di tempat tersebut mudah dicabut dari akarnya.
Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah mengalami kerusakan.
Jaringan yang terbakar bisa mati. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan merembes dari pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan.
Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar cairan karena perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak dan organ lainnya sangat sedikit.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
PENGOBATAN
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan penderitanya tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih lanjut, sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita. Kulit segera dibersihkan dari bahan kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan mengguyurnya dengan air.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit jika:
- Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
- Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan benar di rumah
- Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
- Terjadi luka bakar pada organ dalam.

Luka bakar ringan

Jika memungkinkan, luka bakar ringan harus segera dicelupkan ke dalam air dingin. Luka bakar kimia sebaiknya dicuci dengan air sebanyak dan selama mungkin.
Di tempat praktek dokter atau di ruang emergensi, luka bakar dibersihkan secara hati-hati dengan sabun dan air untuk membuang semua kotoran yang melekat. Jika kotoran sukar dibersihkan, daerah yang terluka diberi obat bius dan digosok dengan sikat. Lepuhan yang telah pecah biasanya dibuang.
Jika daerah yang terluka telah benar-benar bersih, maka dioleskan krim antibiotik (misalnya erak sulfadiazinp).

Untuk melindungi luka dari kotoran dan luka lebih lanjut, biasanya dipasang verban.
Sangat penting untuk menjaga kebersihan di daerah yang terluka, karena jika lapisan kulit paling atas (epidermis) mengalami kerusakan maka bisa terjadi infeksi yang dengan mudah akan menyebar. Jika diperlukan, untuk mencegah infeksi bisa diberikan antibiotik,

Untuk mengurangi pembengkakan, lengan atau tungkai yang mengalami luka bakar biasanya diletakkan/digantung dalam posisi yang lebih tinggi dari jantung.
Pembidaian harus dilakukan pada persendian yang mengalami luka bakar derajat II atau III, karena pergerakan bisa memperburuk keadaan persendian.
Mungkin perlu diberikan obat pereda nyeri selama beberapa hari. Pemberian booster tetanus disesuaikan dengan status imunisasi penderita.

Luka bakar berat

Luka bakar yang lebih berat dan membahayakan nyawa penderitanya harus segera ditangani, sebaiknya dirawat di rumah sakit.
Kepada korban kebakaran biasanya diberikan oksigen melalui sungkup muka (masker) untuk membantu menghadapi efek dari karbon monoksida (gas beracun yang sering terbentuk di lokasi kebakaran).
Di ruang emergensi, dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi pernafasan, luka lainnya di tubuh serta dilakukan pengobatan untuk menggantikan cairan yang hilang dan untuk mencegah infeksi.
Untuk mengobati luka bakar yang berat kadang digunakan terapi oksigen hiperbarik, dimana penderita ditempatkan dalam ruangan khusus yang mengandung oksigen bertekanan tinggi.

Jika terjadi cedera pada saluran udara dan paru-paru akibat kebakaran, untuk membantu fungsi pernafasan bisa dipasang sebuah selang yang dimasukkan ke dalam tenggorokan.
Selang tersebut perlu dipasang jika cedera menimpa wajah atau jika pembengkakan pada tenggorokan menyebabkan terganggunya fungsi pernafasan.
Jika tidak terjadi gangguan pada sistem pernafasan maka yang perlu dilakukan hanya memberikan oksigen tambahan melalui sungkup muka.

Setelah daerah yang terluka dibersihkan, lalu dioleskan krim atau salep antibiotik dan dibungkus dengan verban steril.
Verban biasanya diganti sebanyak 2-3 kali/hari.
Luka bakar yang luas sangat rentan terhadap infeksi berat karena itu biasanya diberikan antibiotik melalui infus.
Mungkin perlu diberikan booster tetanus.

Luka bakar luas bisa menyebabkan hilangnya cairan tubuh, karena itu untuk menggantikannya diberikan cairan melalui infus.
Luka bakar dalam bisa menyebabkan mioglonulinuria, yaitu suatu keadaan dimana protein mioglobulin dilepaskan dari otot yang rusak dan menyebabkan kerusakan ginjal. Jika tidak segera diberikan cairan yang memadai, bisa terjadi kegagalan ginjal.

Kulit yang terbakar akan membentuk permukaan yang keras dan tebal yang disebut eskar, yang bisa menyebabkan terhalangnya aliran darah ke daerah tersebut.
Untuk mengurangi ketegangan pada jaringan yang sehat dibawahnya, biasanya dilakukan eskarotomi (pemotongan eskar).

Jika luasnya tidak lebih dari uang logam 50 sen dan terjaga kebersihannya, luka bakar yang dalampun bisa pulih dengan sendirinya. Tetapi jika lapisan kulit dibawahnya mengalami kerusakan yang luas, biasanya perlu dilakukan pencangkokkan kulit (skin graft).
Bagian kulit yang sehat bisa berasal dari tubuh penderita sendiri (autograft), dari donor hidup maupun dari kulit orang yang sudah meninggal (allograft), atau dari mahluk lain selain manusia (xenograft, biasanya babi karena kulitnya paling mirip dengan kulit manusia.
Autograft sifatnya permanen, tetapi skin graft dari donor (baik manusia maupun hewan) sifatnya sementara, yaitu hanya melindungi daerah yang terbakar pada saat tubuh melakukan penyembuhan sendiri dan 10-14 hari kemudian akan ditolak oleh tubuh.

Biasanya perlu dilakukan terapi fisik dan terapi okupasional untuk meminimalkan jumlah jaringan parut dan untuk mempertahankan sebanyak mungkin fungsi dari daerah yang terbakar.
Secepat mungkin dipasang bidai untuk menjaga agar persendian tetap bisa digerakkan sehingga otot dan kulit tidak menjadi kaku dan memendek. Bidai dipasang sampai terjadi pemulihan yang luas.
Sebelum dilakukan skin graft, persendian yang terkena dilatih terlebih dahulu sehingga kemampuan geraknya meningkat. Setelah graft ditempelkan, biasanya dilakukan pembidaian selama 5-10 hari untuk memastikan bahwa graft telah terpasang sebagaimana mestinya.

Penderita harus mengkonsumsi sejumlah kalori dan gizi yang cukup yang diperlukan untuk proses pemulihan.
Jika usus tidak berfungsi akibat cedera atau pembedahan berulang, zat gizi biasa diberikan melalui infus.

Diperlukan waktu yang lama untuk pemulihan luka bakar yang berat, kadang sampai bertahun-tahun, karena itu penderita bisa mengalami depresi berat sehingga dukungan moril sangat diperlukan dari orang-orang di sekelilingnya.


PROGNOSIS

Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar.
Pada luka bakar superfisial (derajat I dan derajat II superfisial), lapisan kulit yang mati akan mengelupas dan lapisan kulit paling luar kembali tumbuh menutupi lapisan di bawahnya.
Lapisan epidermis yang baru dapat tumbuh dengan cepat dari dasar suatu luka bakar superfisial dengan sedikit atau tanpa jaringan parut. Luka bakar superfisial tidak menyebabkan kerusakan pada lapisan kulit yang lebih dalam (dermis).

Luka bakar dalam menyebabkan cedera pada dermis. Lapisan epidermis yang baru tumbuh secara lambat dari tepian daerah yang terluka dan dari sisa-sisa epidermis di dalam daerah yang terluka. Akibatnya, pemulihan berlangsung sangat lambat dan bisa terbentuk jaringan parut.
Daerah yang terbakar juga cenderung mengalami pengkerutan, sehingga menyebabkan perubahan pada kulit dan mengganggu fungsinya.

Luka bakar ringan pada kerongkongan, lambung dan paru-paru biasanya akan pulih tanpa menimbulkan masalah.
Luka yang lebih berat bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan. Jaringan parut bisa menghalangi jalannya makanan di dalam kerongkongan dan menghalangi pemindahan oksigen yang normal dari udara ke darah di paru-paru.

16.3. Hal Yang Dapat Dilakukan
- Singkirkan penyebab luka bakar
- Buka pakaian (kecuali bila pakaian melekat di tempat luka bakar ) dan benda-benda yang melekat erat seperti cincin, jam tangan dan ikat pinggang.
- Segera celupkan dalam air dingin /letakkan luka bakar di bawah aliran air selama kurang lebih 15 menit atau sampai luka berkurang. Ulangi sesering mungkin
- Jangan diolesi dengan segala macam salep/krem ataupun mentega/margarin. Tidak perlu di balut
- Jangan pecahkan kulit yang melepuh. Bila lepuhan pecah sendiri, biarkan kulit seperti semula untuk mencegah infeksi. Mungkin perlu balutan ringan
- Periksa dokter bila terjadi infeksi bakteri (demam, peradangan, dan pembentukan nanah).
- Segera pergi ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat, bila terjadi hal-hal seperti dibawah ini:
1. Luka bakar pada muka, jari, sendi atau alat kelamin
2. Luka bakar sedang yang luasnya lebih besar dari telapak tangan penderita .
3. Semua jenis luka bakar dalam
4. Renjatan/shock (pucat, keringat dingin, kulit lembab, napas dan nadi cepat, mengantuk, pingsan).
5. Menghisap asap
6. Luka bakar karena senyawa kimia, aliran listrik atau radiasi
16.4. Obat Yang Dapat Digunakan
1. Obat yang mengandung perak sulfadiazin
Kegunaan
Untuk luka bakar
Pemakaian
Oleskan 2-4 mm krim/salep pada permukaan luka. Untuk luka yang agak luas, oleskan dengan menggunakan spatula atau sarung tangan.
Gunakan 2 kali sehari, atau sesering mungkin bila diperlukan. Lalu tutup dengan perban dan plester
Instruksi khusus
Setiap akan menggunakan krim/salep, permukaan luka harus bersih.
Untuk melepaskan perban akan lebih mudah sambil disiram air secara perlahan-lahan atau membasuhnya dengan larutan antiseptik
Perhatian
Hanya untuk obat luar
Peringatan
Jangan gunakan obat ini kepada bayi prematur, bayi yang baru lahir atau pada ibu-ibu yang sedang hamil
Bentuk sediaan : Krim Salep
2. Obat yang mengandung oleum iecoris aselli (minyak ikan, ”levertraan”)
Kegunaan
Untuk membantu penyembuhan luka bakar
Pemakaian
2-3 kali sehari, dioleskan
Perhatian
Hanya untuk obat luar
Peringatan
Jangan digunakan bila luka sudah terinfeksi
Bentuk sediaan : Salep 10 %

Penanganan
Prosedur lengkap.
•Lakukan penanganan seperti menangani kasus gawat darurat pada umumnya, yaitu resusitasi sesuai urutan ABC.
•Penderita dengan kriteria ringan diizinkan dirawat poliklinis, kriteria berat harus dirawat.
•Untuk penderita yang poliklinis dilakukan perawatan secara tertutup di IRD dengan;
•Cuci luka dengan Savlon 1:30. Bilas dengan NaCl 0,9%.
•Beri cream silver sulfadiazine diatas luka bakar.
•Tutup dengan verban (perawatan secara tertutup).
•Beri antibiotik bila ada indikasi dan penderita bisa dipulangkan.
•Penderita yang perlu dirawat sambil resusitasi dievaluasi lagi bila ada cedera jalan nafas, bila ada lakukan endotrakheal tube, pasang kateter, pasang CVP bila kriteria berat.
•Cairan : »
Orang dewasa >20% dan anak-anak >15% pada tingkat II dan III harus diberi cairan. »
Cairan yang dipilih adalah ringer laktat berdasarkan rumus Baxter : dewasa 4 cc x kgbb x % luka bakar dalam 24 jam.
Pada anak-anak 2 cc x kgbb x % luka bakar + kebutuhan cairan basal dengan perbandingan kristaloid : koloid = 17:3 (menurut Mincrief), ½ nya diberikan 8 jam pertama, ½ sisanya diberikan dalam 16 jam kemudian.
•Observasi produksi urine setiap jam sebanyak 1 cc/kgbb/jam, bila dalam 2 jam berturut tidak ada urine beri tambahan RL 500 cc dalam 1 jam, observasi urine dan vital sign, bila urine belum keluar cek posisi kateter apakah sudah masuk buli-buli bila sudah lakukan tes manitol (lihat cara tes manitol).
•Konsultasi ke bagian anastesi untuk bius umum karena cuci luka dilakukan di kamar operasi (untuk mengurangi nyeri saat cuci luka dan mengurangi kontaminasi).
•Bulla boleh dipecahkan tidak melebihi 20% luas permukaan tubuh.
•Olesi luka dengan sulfa silverdiazine cream dan dibalut dengan verban tebal (perawatan tertutup).
•Endotrakheal tube dipertahankan bila ada trauma inhalasi, sampai di yakini oedema saluran pernafasan sudah berkurang.
•Beri antibiotik bila luka bakar di cuci melebihi 6 jam pasca trauma.
•Beri antasida untuk mengurangi kemungkinan stress ulcer pada gaster.
•Setelah ekstubasi (bila cedera jalan nafas), penderita dikirim ke burn unit untuk perawatan lebih lanjut.
•Koloid dapat diberikan 500-1000 ml dalam 1-2 jam setelah 18 jam.
•Profilaksis tetanus diberikan toksoid.

DIURETIK

PENGERTIAN DIURETIK

Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah (Halimudin, 2007).

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal (Ahmad, 2009).

Pengaruh diuretik terhadap sekresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik (Ahmad, 2009).

MEKANISME KERJA DIURETIK

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik ini. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diure- tik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan reseptor (Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar , 2008).

Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:

1. Tubuli proksimal.

Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secera aktif untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi belangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhap plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan natrium (Sunardi, 2009).

2. Lengkungan Henle.

Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+ diperbanyak (Sunardi, 2009).

3. Tubuli distal.

Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebi cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan mengekskresi Na+ dan retensi K+ (Sunardi, 2009).

4. Saluran Pengumpul.

Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini (Sunardi, 2009).

Berdasarkan cara bekerja Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :

1. Diuretik osmotic

Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic (Katzung, 1998). Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli (Aidan, 2008).

Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :

a. Tubuli proksimal

Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.

b. Ansa enle

Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.

c. Duktus Koligentes

Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain (Aidan, 2008).

Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah diuretik osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid (Aidan, 2008).

Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaucoma (Aidan, 2008).

beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:

1. Menurunkan Viskositas darah dengan mengurangi haematokrit, yang penting untuk mengurangi tahanan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak, yang diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat (menit).

2. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam jaringan otak yang mengalami injuri, manitol menurunkan kandungan air pada bagian otak yang yang tidak mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian otak yang injuri untuk pembengkakan (membesar).

3. Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif dari pada infuse lambat dalam menurunkan Peningkatan Tekanan intra cranial.

4. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan gagal ginjal. ini dikarenakan efek osmolalitas yang segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.

5. Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid) mengalami efek yang sinergis dalam menurunkan PTIK. Respon paling baik akan terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status volume cairan dan elektrolit selama terapi Diuretik (Aidan, 2008).

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid diturunkan r sulfanilamid. Efek diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+

Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox.

Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid (Aidan, 2008).

3. Diuretik golongan tiazid

Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida.

Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.

hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Aidan, 2008).

4. Diuretik hemat kalium

Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida).

Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya untuk menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya adalah spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agal lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal (Aidan, 2008).

5. Diuretik kuat

Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida.

Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid (Aidan, 2008).

PENGOBATAN DIURETIK DALAM BIDANG NEFROLOGI

1 Diuretik Pada Hipertensi

Penggunaan diuretik untuk hipertensi pada mulanya dilakukan sebagai pengobatan langkah pertama dengan cara stepped-care. Dapat digunakan segagai obat tunggal atau di- kombinasi dengan anti hipertensi lain. Penambahan diuretik pada obat lain diharapkan dapat menghasilkan efek yang optimal. Perubahan hemodinamik akibat efek antihipertensi dari diuretik sebagai berikut. Akibat hambatan reabsorbsi natrium dan klorida, volume plasma dan cairan ekstrasel akan berkurang. Akibatnya curah jantung akan menurun. Pada pemakaian jangka lama, volume plasma akan kembali menuju normal dan bersamaan dengan ini resistensi perifer akan turun. Penurunan resistensi ini dikatakan oleh karena turunnya kadar natrium dan berkurangnya air dari dinding pembuluh darah dan juga disebabkan oleh berkurangnya kalsium intrasel (Dipiro, 1997)

2 Diuretik Pada Sindrom Nefrotik

Terjadinya edema pada sindrom nefrotik akibat adanya retensi natrium dan air serta adanya hipoalbuminemia. Penggunaan diuretik pada sindrom nefrotik bukan sebagai terapi kausal. Diuretik baru diberikan bila dengan penguranga asupan garam dan air tidak mengurangi edema yang ada. Diuretik yang sering digunakan adalah jenis diuretik loop. Tetapi dapat juga diberikan golongan penghambat reabsorbsi natrium di tubulus distal (Dipiro, 1997)

3 Diuretik Pada Gagal Ginjal

Gagal Ginjal Akut

Dalam percobaan binatang, dikatakan, diuretik dapat memperbaiki aliran urin, laju filtrasi glomeruler dan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus. Keadaan ini disebabkan oleh efek vasodilatasi dari manitol, furosemid dan asam etakrinik. Efek vasodilatasi ini dikatakan melalui peningkatan produksi prostaglandin. dalam ginjal. Disamping itu, manitol dapat mengurangi pembengkakan sel tubulus ginjal. Aliran urin yang lebih cepat akibat pemberian diuretik akan mengurangi obstruksi tubulus dari sel-sel yang rusak. Pada manusia, efek diuretik tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan. Masih banyak pertentangan pendapat akan efek diuretik ini. Ada yang mengatakan dapat memperpendek masa oliguria, mengurangi kemungkinan untuk dialisis, namun angka kematian masih tetap tinggi. Walaupun demikian, diuretik mempunyai tempat untuk dipakai pada pasien dengan gagal ginjal akut dengan tujuan untuk meningkatkan diuresis. Kita harus membedakan apakah keadaan gagal ginjal akut di- sebabkan kekurangan cairan (prerenal) atau tidak ada kekurangan cairan. Disamping itu, kita harus mempertimbangkan efek toksik dari diuretik sendiri. Misalnya efek ototoksik dari furosemid. Diuretik sebagai penyebab dari gagal ginjal akut (nefritis tubulo- intersisiil akut). Bila tidak terdapat kekurangan cairan, furosemid dapat diberikan secara bertahap 80 - 320 mg/i.v. atau manitol 12,5 - 25 gram/i.v (Dipiro, 1997)

Gagal Ginjal Kronik

Pada keadaan ini efek diuresis akn berkurang bila laju filtrasi glomerulus berkurang (Tes Kliren Kreatinin kurang dari 20 ml/menit). Pemberian diuretik hanya berdasarkan indikasi yaitu hipertensi, kelebihan cairan (dekompensasi jantung, edema yang berat), pencegahan berkurangnya fungsi ginjal setelah pemberian kontras radiografi, pada saat anastomosis dilakukan dalam transplantasi ginjal (Dipiro, 1997)

MASALAH YANG TIMBUL PADA PEMBERIAN DIURETIK

1. Hipokalemia

50% kalium yang difiltrasi oleh glomerulus akan direabsorbsi di tubulus proksimal dan sebagian besar dari sisanya di- reabsorbsi di ascending limb loop dari Henle. Hanya 10% yang mencapai tubulus konvolutus distal. Kalium ada yang disekresi di pars recta tubulus distal. Terjadinya hipokalemia pada pemberian diuretik disebabkanoleh: Peningkatan aliran urin dan natrium di tubulus distal, meningkatkan sekresi kalium di tubulus distal. Peningkatan kadar bikarbonat (muatan negatip meningkat) dalam tubulus distal akibat hambatan reabsorbsi di tubulus proksimal oleh penghambat karbonik anhidrase akan meningkatkan sekresi kalium di tubulus distal. Diuretik osmotik akan menghambat reabsorbsi kalium ditubulus proksimal. Diuretik loop juga menghambat reabsorbsi kalium di thickascending limb. Hipokalemia akibat pemberian diuretik dapat menyebabkan:

1. Gangguan toleransi glukosa. Hipokalemia menghambat pengeluaran insulin endogen.

2. Hepatik ensefalopati. Pemberian diuretik harus hati-hati pada keadaan hati yang dekompensasi.

3. Artimia. Bila penderita sedang mendapat digitalis, hipokalemia dapat merangsang terjadinya aritmia. Penambahan kalium hanya diberikan bila: Kadar kalium darah kurang dari 3 meq/1. Dekompensasi hati yang mendapat diuretik (bukan Spironolakton). Penderita yang mendapat digitalis (Tierney&Stephen , 2004)

2. Hiperkalemia

Pemberian diuretik jenis potassium-sparing akan meningkatkan kadar kalum darah. Ada 3 jenis diuretik ini yaitu Spironolakton,. Amiloride, Triamterene. Kerja Spironolakton ber gantung pada tinggi rendahnya kadar Aldosteron. Amiloride dan Triamterene tidak tergantung pada Aldosteron. Seluruhnya menghambat sekresi kalium di tubulus distal. Kita harus berhati-hati atau sebaiknya diuretik jenis ini tidak diberikan pada keadaan gagal ginjal, diabetes mellitus, dehidrasi berat atau diberikan bersama preparat yang mengandung kalium tinggi (Tierney&Stephen , 2004)

3. Hiponatremia

Tanda-tanda hiponatremia akibat diuretika ialah kadar natrium urin > 20 mq/L, kenaikan ringan ureum dan kreatinin, hipokalemia dan terdapat alkalosis metabolik. Hiponatremia dapat memberikan gejala-gejala bahkan kematian. Cepatnya penurunan kadar natrium (kurang dari 12 jam), kadar natrium <>Tierney&Stephen , 2004)

4. Deplesi Cairan

Pengurangan cairan ekstraseluler merupakan tujuan utama dalam pemakaian diuretik. Keadaan ini sangat menguntungkan pada edema paru akibat payah jantung. Pada keadaan sindrom nefrotik, terutama dengan hipoalbuminemi yang berat, pemberian diuretik dapat menimbulkan syok atau gangguan fungsi ginjal. Tidak dianjurkan penurunanberat badan lebih dari 1 kg sehari (Tierney&Stephen, 2004)

5. Gangguan Keseimbangan Asam Basa

Alkalosis metabolik terjadi akibat:

­ Pengurangan cairan ekstraseluler akan meningkatkan kadar HCO3 dalam darah. Peningkatan ekskresi ion-H meningkatkan pembentukan HCO3. Deplesi asam hidroklorida. Diuretik yang dapat menyebabkan alkalosis metabolik adalahtiasid dan diuretik loop. Alkalosis metabolik yang terjadi, biasanya disertai pengu- rangan ekskresi klorida. Dipikirkan kemungkinan oleh sebablain seperti muntah-muntah, kehilangan asam lambung akibat pemasangan sonde lambung (Tierney&Stephen , 2004)

Asidosis metabolik terjadi akibat:

Sekresi ion­H dihambat. Reabsorbsi HCO3 dihambat. Diuretik penghambat karbonik anhidrase dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat dua proses di atas. Diuretik potassium­sparing menghambat sekresi ion­H sehingga dapat menyebabkan asidosis metabolik. Asidosis metabolik yang diakibatkan diuretik biasanya tidak disertai peninggian anion g(Na (HCO3 + Cl) <>Tierney&Stephen , 2004)

6. Gangguan Metabolik

a) Hiperglikemi

Diuretik dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa (hiperglikemi). Hipokalemia akibat pemberian diuretik dibuktikan sebagai penyebab gangguan toleransi ini (respon insulin terhadap glukosa pada fase I dan fase II terganggu). Diuretik potassium­sparing tidak menyebabkan gangguan toleransi glukosa (Tierney&Stephen , 2004)

b) Hiperlipidemia

Trigliserida, kolesterol, Chol­HDL, Chol­VLDL akan meningkat dan Chol­HDL akan berkurang pada pemberian diuretik jangka lama (> 4 minggu) (Tierney&Stephen , 2004)

c) Antagonis Aldosteron

Akan menghambat ACTH, mengganggu hormon androgen (anti androgen). Mengakibatkan terjadinya ginekomastia atau gangguan menstruasi (Tierney&Stephen , 2004)

d) Hiperurikemia

Penggunaan diuretik dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat. Karena terjadi pengurangan volume plasma maka filtrasi melalui glomerulus berkurang dan absorbsi oleh tubulus meningkat. Dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya hiponatremi. Bila natrium dikoreksi, kliren asam urat akan diperbaiki (Tierney&Stephen , 2004)

e) Hiperkalsemia

Pemberian diuretik tiasid akan meninggikan kadar kalsium darah. Ekskresi kalsium melalui urin akan berkurang. Peninggian kalsium darah ini disebutkan juga mempunyai hu-n bungan dengan keadaan hiperparatiroid. Dari penelitian epidemiologi di Stockholm dilaporkan bahwa 70% dari orang yang hiperkalsemi setelah mendapat diuretik, menderita adenoma paratiroid(Tierney&Stephen , 2004)

f) Hipokalsemia

Diuretik loop menyebabkan hipokalsemi akibat peningkatan ekskresi kalsium melalui urin (Tierney&Stephen , 2004)

7. Toksisitas

a) Diuretik dapat menyebabkan nefritis intersiil akut melalui reaksi hipersensitifitas.

b) Dapat menginduksi terjadinya artritis goutdan pengeluaran batu asam urat pada penderita dengan riwayat gout.

c) Hipokalemi kronik akibat penggunaan diuretik dapat menimbulkan nefropati hipokalemi.

d) Diuretik loop terutama furosemid dapat menyebabkan ototoksisiti. Lebih nyata lagi bila ada gagal ginjal. Gabungan dengan aminoglikosida dapat menyebabkan gangguan menetap pada pendengaran (Rosy , 2009)

INTERAKSI

Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak dikehendaki, seperti:

· Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.

· Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan antihipertensif akibat retensi natrium dan airnya.

· Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.

· Aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversibel).

· Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia. Litiumklorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi (Rosy , 2009)


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2009. DIURETIKA. http://blogkita.info/medics/diuretika/html

Aidan. 2008. Penggolongan Diuretik. http://kamusehat.blogspot.com/08/diuretik.html

Dipiro, Josep T.1997. Pharmacotherapy Pathophysiologic Approach, Appleton and Lange. Lange Medical Book. Jakarta

Halimudin. 2007. Terapi Diuretik Osmotik (Manitol) Pada Gangguan Sistim Persarafan. http://www.nardinurses.files.wordpress.com.

Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 252.

Rosy. 2009. Mekanisme Diuretik. http://www.docstoc.com/docs/7804134/DIURETIK- MEKANISME.html

Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar. 2008. Masalah Penggunaan Diuretika. http://www.kalbe.co.id.

Sunardi. 2009. MekanismeDiuretik. http://www.docstoc.com/docs/7804134/diuretik-

mekanisme.html

Tierney,L.M., and Stephen, J. 2004. Current Medical Diagnosis Treatment. Lange Medical Book. Jakarta